Kasus Sengketa Tanah di Tanggetada Mandek, Ketua LBH Kasasi Kolaka Soroti Polres

Kolaka225 Dilihat

KENDARI, KABARTERKINISULTRA.COM -Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kasasi Cabang Kolaka, Muh. Hasrul La Aci angkat bicara terkait kasus sengketa tanah di Kecamatan Tanggetada, Kelurahan Anaiwoi, Kabupaten Kolaka. Perkara ini melibatkan dugaan perusakan dan penyerobotan tanah yang telah berlangsung selama hampir delapan tahun tanpa titik terang.

Hasrul mengungkapkan bahwa pihak penyidik Polres Kolaka sudah mengantongi legalitas kepemilikan lahan yang dilaporkan, termasuk sertifikat tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Negara (BPN). Namun, meskipun sudah tiga kali melayangkan undangan klarifikasi kepada para terlapor, mereka tidak menunjukkan itikad baik untuk menghadiri panggilan.

“Penyidik telah menjalankan langkah-langkah prosedural, bahkan hingga melibatkan Polsubsektor Kecamatan Tanggetada dan Bhabinkamtibmas untuk memanggil para terlapor. Namun, para terlapor tetap tidak koperatif, seolah-olah mereka ingin menghindari proses hukum,” ujar Hasrul, Rabu (15/1/2025).

Lebih lanjut, Hasrul menyoroti adanya insiden yang mencederai rasa aman masyarakat setempat. Dua hari sebelum pihak kepolisian mendatangi lokasi, para terlapor bersama kerabat mereka justru hadir di lokasi sengketa dengan membawa senjata rakitan jenis papporo dan menembakkan senjata tersebut ke udara sebanyak dua kali.

“Peristiwa itu sangat serius. Membawa senjata rakitan dengan amunisi, apalagi sempat menembakkan ke udara, jelas menunjukkan adanya niat jahat (mens rea) yang mengancam keamanan masyarakat. Namun, anehnya, pihak keamanan setempat menganggap hal ini sebagai persoalan biasa. Ini sangat disayangkan,” tegasnya.

Hasrul juga mempertanyakan lambannya penanganan kasus oleh pihak kepolisian, mengingat bukti-bukti legalitas dan keterangan saksi sudah kuat. Ia menekankan bahwa sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh BPN memiliki kekuatan hukum sesuai Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960.

“Apakah sertifikat tanah yang diterbitkan BPN masih dianggap belum cukup kuat? Padahal, sertifikat itu adalah alat bukti otentik yang diakui oleh undang-undang. Jika sertifikat ini saja tidak dihargai, lalu bagaimana masyarakat harus melindungi hak mereka” ujar Hasrul.

Ia menambahkan bahwa penundaan penyelesaian kasus ini memberikan ruang bagi oknum-oknum mafia tanah untuk terus merampas hak masyarakat dengan dalih tanah adat atau tanah nenek moyang yang tidak memiliki dasar hukum jelas.

“Kasus ini harus segera dituntaskan agar menjadi pelajaran bagi para mafia tanah di Kolaka, khususnya di Kecamatan Tanggetada. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap penegakan hukum,” bebernya.

Hasrul berharap pihak kepolisian segera mengambil langkah tegas untuk memberikan keadilan kepada masyarakat yang menjadi korban.

“Petugas aparat keamanan adalah memastikan setiap warga negara mendapatkan perlindungan hukum tanpa diskriminasi,” tandasnya.

 

Editor: Anugerah

Komentar