PT MMP Diduga Tak Punya TUKS dan Lakukan Pengapalan Ore Nikel Tanpa RKAB

Kolaka Utara30 Dilihat

KOLUT, KABARTERKINISULTRA.COM -Skandal tambang kembali mencoreng wajah Sulawesi Tenggara. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada PT. Mulia Makmur Perkasa (MMP), sebuah perusahaan pemegang Izin Usaha Produksi Operasi (IUP OP) di Kabupaten Kolaka Utara yang diduga menjalankan praktik pertambangan dengan segudang pelanggaran.

PT. MMP, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Desa Patikala, Kecamatan Tolala, Kolaka Utara dengan luas areal konsesi mencapai 2.450 hektare berdasarkan SK No. 540/156 Tahun 2009, kini tengah disorot karena aktivitas pengangkutan dan pengapalan ore nikel yang diduga kuat dilakukan tanpa izin Terminal Khusus (Tersus) atau Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS).

Dugaan ini mencuat usai investigasi lapangan dan penelusuran dokumen perizinan di portal Kementerian Perhubungan menunjukkan tidak terdaftarnya izin Tersus maupun TUKS atas nama PT. MMP. Padahal, aktivitas pengangkutan mineral nikel dari wilayah operasi perusahaan telah berlangsung. Ironisnya, aktivitas ini terjadi meskipun dokumen perizinan vital tidak lengkap.

“Ini bukan sekadar kelalaian administratif. Ini dugaan pelanggaran pidana yang bisa merugikan negara dan lingkungan,” tegas Abdi Aditya, Presidium Forum Mahasiswa Sultra Jakarta, dalam keterangannya kepada pers, Minggu (7/7/2025).

BACA JUGA :  Kapolri Diminta Tindaki Kapolres Kolut dan Polisi Inisial U Soal Dugaan penyelundupan BBM Ilegal

Tak berhenti di situ, dugaan praktik ilegal lainnya adalah indikasi kuat bahwa PT. MMP telah memproduksi dan mengapalkan ore nikel sebelum persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Persetujuan RKAB baru dikeluarkan pada 16 April 2025 melalui surat No. T-581/MB.04/DJB.M/2025 yang ditandatangani Dirjen Minerba Tri Winarno.

Padahal, sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2023, setiap perusahaan tambang dilarang melakukan kegiatan operasi produksi tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RKAB. Dengan kata lain, ore nikel yang diproduksi dan dikapalkan sebelum tanggal tersebut patut diduga merupakan hasil kegiatan ilegal.

“Kami mencium aroma pelanggaran sistematis di balik RKAB PT. MMP. Produksi sebelum persetujuan RKAB bukan hanya pelanggaran administratif, tapi berpotensi menjadi pidana pertambangan,” lanjut Abdi.

Forum Mahasiswa Sultra Jakarta menyatakan tengah menyiapkan dokumen dan bukti untuk melaporkan PT. MMP ke Mabes Polri. Mereka juga mendesak Kementerian ESDM untuk segera mencabut RKAB PT. MMP sebagai bentuk sanksi administratif atas dugaan pelanggaran Peraturan Menteri ESDM No. 10 Tahun 2023 serta pelanggaran tata kelola lingkungan dan kepelabuhanan.

BACA JUGA :  Disebut Menambang Ilegal, PT TMM Angkat Bicara, Sebut Tuduhan Tak Berdasar

“Kami ingin Kementerian ESDM tidak lagi gegabah dalam menerbitkan SK RKAB kepada perusahaan-perusahaan yang belum melengkapi prasyarat dasar seperti Tersus dan TUKS. Ini bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum sektor pertambangan,” tegas Abdi lagi.

Skandal yang menyeret PT. MMP ini hanyalah satu dari banyak potret buram pengelolaan pertambangan di Sulawesi Tenggara dalam satu dekade terakhir. Aktivitas pertambangan nikel yang semestinya menjadi penggerak ekonomi justru menjelma sebagai sumber konflik sosial, kerusakan lingkungan, hingga kebocoran pendapatan negara akibat lemahnya pengawasan dan keberpihakan regulasi.

Kasus PT. MMP harusnya menjadi catatan serius bagi Kementerian ESDM agar tidak lagi memberikan ruang kepada perusahaan-perusahaan yang tidak patuh terhadap aturan hukum dan kelayakan lingkungan.

“Sudah cukup Sultra dijadikan ladang eksploitasi tanpa etika. Kami akan kawal kasus ini hingga tuntas,” tutup Abdi Aditya.

Sementara itu, awak media ini masih berupaya melalukan upaya konfirmasi ke pihak PT. MMP terkait tudingan dugaan penambangan ilegal.

 

Editor: Anugerah

Komentar