BOMBANA, KABARTERKINISULTRA.COM – Abdul Latif Haba diduga memalsukan dokumen kepemilikan tanah demi menguasai lahan seluas 12 kilometer persegi di desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Lahan yang terletak di desa wumbubangka itu merupakan tanah hak ulayat yang di miliki oleh beberapa rumpun keluarga kerajaan yang di naungi oleh raja Mokole Pauno Rumbia yang menjadi warisan turun-temurun.
Dugaan pemalsuan surat tanah itu pertama kali disuarakan oleh tokoh adat Kerajaan Moronene, Alfian Pimpie, yang menyebut bahwa dokumen yang digunakan Abdul Latif haba, cacat hukum dan penuh kejanggalan administratif.
“Saudara Abdul Latif haba diduga telah memalsukan surat keterangan kepemilikan tanah, yang digunakan untuk mengusai, menjual dan mengotrakkan kepada beberapa masyarakat,” ungkap Alfian Pimpie kepada media ini, Kamis (19/6/2025).
Menurut Alfian, surat keterangan kepemilikan tanah yang dimiliki Abdul Latif haba ditanda tangani oleh Mokole I Pimpie dengan cap Camat poleang, padahal saat itu (1961) Mokole I pimpie bukan camat Poleang, melainkan Kepala Distrik Rumbia. Mokole I Pimpie diangkat menjadi camat Rumbia pada tahun 1962.
“Kecamatan itu secara resmi baru dibentuk tahun 1962. Jadi bagaimana mungkin ada surat keterangan yang ditandatangani Camat pada tahun sebelumnya. Ini saja sudah janggal,” tegasnya.
Alfian juga mengungkapkan adanya keanehan pada dokumen tersebut. Dalam surat itu, cap atau stempel yang digunakan disebut berasal dari Camat Poleang, padahal wilayah Rumbia tidak pernah berada dalam administrasi Kecamatan Poleang.
“Rumbia dan Poleang itu beda wilayah administratif. Tidak pernah ada sejarahnya Rumbia berada di bawah Poleang. Jadi kenapa stempel Camat Poleang bisa muncul di surat untuk tanah di Rumbia,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Alfian mengungkapkan ada keanehan lain ketika di lihat dari segi penulisan surat terdapat tulisan ejaan yang sudah di sempurnakan, padahal ejaan di sempurnakan baru berlaku pada tahun 1968.
“Masa penulisan dalam surat tanah Abdul Latif Haba, terdapat penulisan ejaan yang sudah di sempurnakan, padahal tahun 1961 belum berlaku ejaan yang di sempurnakn,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Alfian menegaskan bahwa Kerajaan Moronene sebagai salah satu komunitas adat yang masih eksis di Bombana merasa keberatan dengan praktik penguasaan tanah yang diduga tidak sah ini.
“Pada dasarnya, saudara Abdul Latif diduga memalsukan dokumen agar bisa menguasai, menjual lahan adat dan kemudian menjadikannya aset pribadi untuk di manfaatkan sendiri. Hal ini tentu merugikan masyarakat adat,” jelas Alfian.
Atas pelanggaran tersebut, Abdul Latif tambahnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sultra dalam kasus surat palsu dan penggunaan dokumen palsu yang telah di sewa kontrakkan dengan menggunakan surat tanah tahun 1961.
“Sudah P21. Artinya sudah lengkap berkas sebagai tersangka, tetapi pihak Polda Sultra masih kasihan dan tidak tahan tersangka yang mengaku sakit parah. Atas dasar rasa kemanusiaan,” tandasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Abdul Latif belum memberikan tanggapan atas tudingan tersebut. Namun, media masih berupaya melakukan konfirmasi.
Editor: Anugerah
Komentar