Simak! Kuasa Khusus Kopperson Ulas Duduk Perkara Sengketa Lahan di Tapak Kuda Kendari

Uncategorized32 Dilihat

KENDARI, KABARTERKINISULTRA.COM – Kuasa Khusus Koperasi Perikanan atau Perempangan Soananto (Kopperson) Fianus Arung dengan tegas mengatakan Kopperson tidak kehilangan hak keperdataannya atas objek Hak Guna Usaha (HGU).

Berakhirnya jangka waktu HGU pada tahun 1999 terjadi dalam keadaan status quo (sengketa dan gagal eksekusi) sehingga ketidakmampuan melakukan perpanjangan bukan disebabkan kelalaian atau kesengajaan Kopperson melainkan oleh aturan hukum yang melarang setiap aktivitas administratif atas tanah yang sedang dalam status quo.

“Oleh karenanya, setiap klaim bahwa HGU mati, tanah kembali sepenuhnya ke negara, Kopperson tidak punya hak apa-apa, adalah sesuatu keliru dan menyesatkan,” ungkap dia, Minggu (2/11/2025).

Dalam kesempatan ini, Fianus Arung juga menjelaskan secara detail duduk perkara hingga pengadilan mengeluarkan putusan kemenangan Kopperson dalam perkara tersebut.

Dimana kata dia, Kopperson memperoleh putusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht pada tahun 1995, yang mempertegas haknya atas objek tanah dimaksud.

Pelaksanaan eksekusi pada tahun 1996 gagal dilakukan karena adanya hambatan dan dugaan konspirasi, sehingga objek tidak diserahkan secara yuridis maupun fisik kepada Kopperson.

Pada tahun 1999, masa berlaku HGU berakhir secara administratif, namun objek masih berada dalam status quo karena belum pernah diserahkan akibat kegagalan eksekusi.

Karena keadaan hukum status quo, langkah administratif seperti perpanjangan HGU secara hukum tidak dapat dilakukan sampai status quo dicabut melalui pelaksanaan eksekusi atau penyerahan yang sah.

Disebutkannya, Pasal 16 ayat (1) huruf b: Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah negara untuk jangka waktu tertentu. Pasal 34 ayat (1), HGU diberikan untuk waktu paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang.

Pasal 34 ayat (2), Perpanjangan hanya dapat dilakukan bila syarat pemberian hak masih terpenuhi, dan tanahnya tidak dalam sengketa. Interpretasi yuridis, Dalam keadaan sengketa (status quo), tidak dimungkinkan adanya perpanjangan hak. Artinya, tidak ada dasar hukum bagi BPN atau siapapun untuk memproses administrasi HGU atas tanah yang masih berstatus sengketa.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai atas Tanah. Pasal 19 ayat (2) huruf c: Perpanjangan HGU hanya dapat diberikan bila tanahnya tidak dalam sengketa.

“Maka, karena objek tanah KOPPERSON masih berada dalam status quo akibat kegagalan eksekusi, perpanjangan secara administratif tidak mungkin dilakukan tanpa melanggar hukum,” katanya.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pasal 53 ayat (1), dalam hal terdapat sengketa, pelaksanaan keputusan dapat ditunda sampai adanya putusan berkekuatan hukum tetap.

Pasal 64 ayat (2), pejabat dilarang menyalahgunakan wewenang. Maka pejabat BPN tidak boleh mengambil tindakan administratif terhadap tanah yang berstatus sengketa atau status quo.

PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 24 ayat (2), sertifikat baru hanya dapat diterbitkan apabila tanah bebas dari sengketa.

Penerbitan sertifikat baru di atas tanah HGU Kopperson yang masih berstatus sengketa adalah cacat hukum dan menimbulkan konsekuensi pembatalan administratif maupun pidana jabatan.

Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita. Mengatur bahwa objek tanah yang dinyatakan blokir, sita, status quo tidak boleh diterbitkan akta atau sertifikat apapun sampai status tersebut dicabut secara hukum.

BACA JUGA :  Peduli Masyarakat Lingkar Tambang, PT Hoffman Energi Perkasa Salurkan Bantuan Beras 

“Maka secara yuridis, tidak ada satupun peraturan yang memperbolehkan kegiatan administrasi di atas tanah yang berstatus quo. Ini adalah prinsip non-activity on legal freeze,” jelas Fianus Arung.

Kemudian, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 4 huruf b dan Pasal 5 huruf c, koperasi adalah badan hukum yang sah dan berhak mengelola harta serta mengganti pengurus atau ketua melalui mekanisme musyawarah anggota.

Kopperson sebagai koperasi yang disahkan oleh Pemerintah Provinsi tetap memiliki keabsahan hukum penuh, termasuk hak untuk mengganti ketua dan anggota sesuai anggaran dasar.

“Pergantian Ketua kepada Abdi Nusa Jaya dan 23 anggota yang disahkan notaris adalah sah secara hukum dan administratif,” imbuhnya.

*Konsekuensi Hukum: “HGU Mati” Hak Hapus*

Berakhirnya HGU secara administratif tidak otomatis menghapus hak keperdataan. Karena Kopperson tidak lalai dan tidak melanggar, melainkan menunggu eksekusi, maka hak yuridisnya tetap melekat dan berlanjut secara substantif.

Kopperson bukan subjek individu, tetapi badan hukum. HGU atas nama badan hukum koperasi berbeda secara prinsip dari HGU perseorangan. Tidak ada satu pun norma hukum yang melarang badan hukum mengganti pengurus atau ketua, sebagaimana perusahaan mengganti direktur.

Tidak adanya somasi atau teguran dari Menteri ATR/BPN menunjukkan pengakuan diam-diam (tacit recognition) bahwa Kopperson berada dalam status quo yang sah. Jika benar dianggap lalai, seharusnya BPN menerbitkan peringatan atau pencabutan hak sesuai Pasal 18 PP No. 40/1996. Namun, hal itu tidak pernah dilakukan.

“Maka, tidak ada dasar hukum yang menyatakan KOPPERSON kehilangan haknya. Justru pemerintah mengakui bahwa KOPPERSON masih berstatus sah, hanya dibatasi oleh status quo sampai eksekusi selesai,” ucap Fianus Arung.

*Kesalahan Fatal BPN*

BPN tidak boleh menerbitkan sertifikat baru di atas tanah yang masih dalam status quo, karena hal itu melanggar asas kepastian hukum, sesuai Pasal 10 PP No. 24/1997. Tindakan itu dapat digugat melalui PTUN karena merupakan perbuatan melawan hukum oleh pejabat administrasi negara (onrechtmatige overheidsdaad).

Penerbitan sertifikat di atas HGU badan hukum koperasi tanpa pencabutan resmi adalah bentuk pelanggaran serius terhadap Pasal 30 PP No. 40/1996, yang menyatakan bahwa HGU hanya dapat diberikan kepada badan hukum yang sah.

*Menjawab Narasi Menyesatkan*

Tidak ada undang-undang, peraturan, atau doktrin agraria apapun yang memperbolehkan aktivitas administrasi di atas tanah berstatus quo.

Karena itu, narasi bahwa HGU mati, tanah kembali ke negara, Kopperson tidak berhak lagi, adalah opini menyesatkan dan tidak memiliki dasar hukum.

Kopperson tidak lalai, karena tidak ada satu pun surat peringatan, somasi, atau teguran resmi dari Kementerian ATR/BPN yang berarti negara memahami bahwa Kopperson sedang menunggu penyelesaian hukum.

*Tantangan Hukum dan Sikap Elegan Kopperson*

Kopperson mempersilakan siapa pun — baik para pembela warga Tapak Kuda, praktisi hukum, atau pihak yang merasa berkepentingan atas lahan Tapak Kuda — untuk melakukan upaya hukum yang sah, resmi, dan elegan sesuai prosedur peradilan yang berlaku.

Jangan berkoar, jangan membuat opini, dan jangan menyesatkan publik dengan tafsiran pribadi. Karena semua persoalan ini telah selesai di pengadilan, dan putusan hukum telah memenangkan Kopperson secara inkracht sejak 1995.

BACA JUGA :  Tak Lagi Mengandung Kadar Nikel, CV UBP Diduga Fasilitasi Penambang Koridor Lewat Jettynya

Jika masih ada pihak yang ingin menggugat sahnya kemenangan Kopperson, silakan tempuh jalur hukum yang resmi, bukan propaganda, bukan tekanan opini.

Apabila kelak dalam proses hukum yang sah pihak lain menang, maka Kopperson akan legawa dan menghormati putusan itu. Tetapi selama tidak ada putusan baru yang membatalkan amar putusan sebelumnya, maka hukum tetap berpihak pada Kopperson.

“Kopperson menghormati hukum, menghargai asas peradilan, dan memegang teguh nilai-nilai keadilan sebagai wujud hormat kepada hukum sebagai “panglima tertinggi” dalam negara,” tegasnya.

Fianus Arung menantang para pembela kepentingan tanah Tapak Kuda untuk beradu argumentasi di jalur hukum yang benar, sebagaimana Hotel Zara, Rumah Sakit Aliyah, PTnAskon dan pihak-pihak di hamparan segitiga Tapak Kuda yang telah menempuh jalur peradilan, dan semuanya telah ditolak oleh putusan pengadilan.

Jika masih ada upaya hukum lain, lakukan dengan elegan, melalui mekanisme hukum keperdataan yang sah. Jangan menyesatkan publik dengan tafsir dan opini yang dangkal, tetapi berikan edukasi hukum yang benar.

“Kopperson bukan milik individu, Kopperson adalah badan hukum koperasi yang sah, beranggotakan 23 orang yang telah disahkan notaris dan memberikan mandat kepada Ketua Kopperson yang baru, Abdi Nusa Jaya,” bebernya.

Pergantian pengurus dalam koperasi adalah sah dan diatur oleh undang-undang. Menuduh Kopperson tidak sah karena pengurus lama meninggal adalah kekeliruan fatal. Perusahaan atau badan hukum manapun berhak mengganti pemimpin; tidak ada hukum yang melarangnya. Kopperson tetap berdiri secara sah hingga hari ini, hanya tidak aktif sementara waktu karena status quo.

“Maka bagi siapa pun yang ingin berbicara hukum, pelajari hukum dengan benar. Gunakan dasar hukum, bukan tafsir dan opini. Sebab hukum tidak tunduk pada opini, tetapi pada putusan, asas, dan fakta hukum yang sah,” tegas dia lagi.

*Catatan Khusus: Soal Etika dan Integritas Berargumentasi*

Kopperson juga menyesalkan perilaku sebagian pihak, termasuk sejumlah aktivis, oknum praktisi hukum, dan pihak-pihak yang mengatasnamakan perjuangan masyarakat Tapak Kuda, yang ketika kehabisan dalil hukum dan kalah dalam argumentasi yuridis, justru beralih menyerang pribadi, menghina kuasa kusus Kopperson, dan memfitnah tanpa dasar.

Perilaku demikian tidak menunjukkan kecerdasan hukum, melainkan ketololan berpikir dalam konteks kronologis perkara Tapak Kuda. Ibarat pepatah lama, “maling teriak maling sembunyi balik dinding”.

“Mereka menuduh KOPPERSON sebagai mafia, padahal perilaku mereka sendiri jauh lebih menyerupai mafia opini yang bersembunyi di balik jargon keadilan,” kata dia.

Menyerang pribadi kuasa khusus Kopperson dan menuduh mafia tanpa bukti sah bukanlah perdebatan hukum, tetapi bentuk kemiskinan intelektual dan keputusasaan argumentasi. Itu adalah tanda bahwa “peluru hukum” mereka telah habis, dan kini hanya tersisa teriakan kosong tanpa dasar undang-undang.

Kopperson tidak akan membalas dengan cara serupa. Kopperson tetap berdiri elegan, menantang siapa pun untuk beradu fakta dan dasar hukum di meja peradilan, bukan di jalanan, bukan di media sosial, dan bukan lewat fitnah pribadi.

Editor: Anugerah

Komentar