DPP IPMA Ungkap Dugaan Praktek Pungli Penerbitan Sertifikat Sanitasi Kapal di BKK Kendari Hingga Abaikan Aturan

Kendari47 Dilihat

KENDARI, KABARTERKINISULTRA.COM -Komisi III dan IV DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar rapat dengar pendapat
(RDP) menyoal aduan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Indonesian Port Monitoring Agency (IPMA) Sultra, Senin (21/4/2025).

Dalam RDP perdana ini, hadir Kepala Balai Kekarantinaan Kesehatan (BKK) Kendari, perwakilan KSOP Kendari serta perwakilan Kantor Syabandar se- Sultra, kemudian Kantor Imigrasi, dan pengadu DPP IPMA Sultra.

Salah satu perwakilan DPP IPMA Sultra Rojab, menyampaikan dihadapan para peserta RDP bahwa, kehadiran mereka di RDP tersebut bukan lain untuk menyoal perihal adanya dugaan penyelewengan wewenang ditubuh Balai Kekarantinaan Kesehatan Kendari.

Masalah yang disoroti, yaitu penerbitan sertifikat sanitasi kapal atau biasa disebut
Ship Sanitation Control Exemption Certificate (SSCEC) maupun Ship Sanitation Control Certificate (SSCC).

Diketahui, sertifikat sanitasi kapal yang diterbitkan oleh BKK, merupakan hasil pemeriksaan fumigasi untuk menilai kondisi sanitasi kapal terkait ada atau tidaknya faktor risiko kesehatan masyarakat.

Faktor risiko kesehatan masyarakat yang dimaksud meliputi bukti infeksi atau kontaminasi binatang pembawa penyakit, seperti tikus dan serangga yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, serta risiko lainnya.

Setiap kapal yang melakukan pelayaran di wilayah perairan Indonesia wajib memiliki sertifikat sanitasi kapal, dan sertifikat ini berlaku hanya enam bulan. Dan dalam proses sebelum penerbitan sertifikat sanitasi kapal oleh BKK, yang mempunyai kewenangan melakukan pekerjaan fumigasi dalam penyehatan kapal dari hama tikus dan serangga adalah badan usaha swasta (BUS).

“Jelas diterangkan dalam Permenkes 34 tahun 2013, tentang tindakan hapus tikus dan hapus serangga pada alat angkut di pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas di Pasal 1 poin (3) bahwa penyelenggara hapus tikus dan hapus serangga adalah badan usaha yang bergerak di bidang penyehatan lingkungan,” kata dia.

BACA JUGA :  Bukaan Lahan Kawasan Hutan PT SCM di Konawe Disebut Bagian dari Penyebab Banjir di Konut

Sementara BKK hanya diberikan tugas dan kewenangan untuk mengawasi pada alat angkut, dalam artian sebelum kapal laut sandar di dermaga, BKK, Syabandar dan Imigrasi wajib melakukan pemeriksaan terhadap kapal, dengan masing-masing tupoksi.

Semisal lanjut dia, BKK menemukan satu faktor risiko, pemilik kapal atau nakohda kapan diarahkan BKK untuk memohon penyehatan kapal dari hama sebagaimana yang dimaksudkan dalam Permenkes 34 tahun 2013, dan yang berhak melakukan penyehatan kapal itu badan usaha, bukan BKK.

Namun yang terjadi, Kepala BKK Kendari yang mestinya menjadi panglima pada aspek kesehatan pelabuhan diseluruh dermaga yang tersebar di Sultra, justru diduga menjadi hama pada institusi BKK itu sendiri.

Betapa tidak, proses dan mekanisme penerbitan SSCEC dan SSCC justru ibarat benang kusut yang tak teratur. Yang mana hasil dari penelusuran, DPP APMI Sultra
menemukan adanya dugaan penerbitan SSCEC maupun SSCC yang dianggap inprosedural.

Salah satunya, tidak difungsikannya badan usaha swasta, yang memiliki kewenangan untuk bertugas melakukan tindakan hapus tikus dan hapus serangga pada alat angkut di pelabuhan.

“Dengan kata lain, BKK diduga menerbitkan sertifikat sanitasi kapal tanpa fumigasi dan disinseksi atau tanpa melakukan pengecekan sesuai aturan yang berlaku,” endusnya.

BACA JUGA :  Nikmati Promo Menarik Yang Dihadirkan Hotel Raja Bintang Kendari

Selain itu, BBK dinilai mengabaikan aturan dengan tidak menyampaikan soal adanya temuan faktor resiko kepada badan usaha swasta, setelah melakukan pemeriksaan dibeberapa kapal, sebagaimana yang mereka temukan pada saat penelusuran.

Bukannya ke badan usaha swasta untuk kemudian dilakukan tindak lanjut fumigasi malah justru dengan dugaan interpensi Kepala BBK Kendari, memerintahkan pegawai BBK untuk melakukan penyehatan kapal.

“Kami melakukan pengecekan terhadap BUS yang belum sama sekali melakukan penyehatan kapal, baik BUS yang berasal dari luar Sultra maupun yang berasal dari Sultra,” jelasnya.

Dengan demikian, ia menduga ada praktek pungli yang dilakukan oleh BKK melalui petugas lapangan yang ditunjuk untuk melakukan pengawasan pada setiap kapal angkutan laut.

Dalam beberapa kasus yang mereka monitoring, pihak kekarantinaan justru seolah melegalkan komitmen dengan pemilik kapal terkait penyehatan kapal, padahal itu tidak pernah diatur dalam UU atau peraturan menteri manapun.

“Sehingga kemudian dari hal tersebut kami duga kuat selain pungli ini, merupakan indikasi penyalahgunaan wewenang,” imbuhnya.

Rojab menambahkan, kesimpulan RDP perdana ini, Komisi III dan IV DPRD Sultra akan melaksanakan pengecekan, dan meminta bukti-bukti dugaan pungli dan penyelewengan wewenang penerbitan sertifikat sanitasi kapal.

Hingga berita ini diturunkan, Kepala BKK Kendari yang dihubungi awak media ini, belum memberikan komentar atas temuan DPP IPMA Sultra perihal dugaan pungli dan penyelewengan wewenang penerbitan sertifikat sanitasi kapal.

Editor: Anugerah

Komentar