Kades Bokori Sebut Laporan Polisi Kasus Tanah Janggal, Kuasa Hukum Pelapor Beber Fakta Sebenarnya

Kendari155 Dilihat

KENDARI, KABARTERKINISULTRA.COM – Kuasa Hukum pelapor, La Ode Muhamad Hiwayad, sikapi terkait pernyataan Kepala Desa (Kades) Bokori, Kabupaten Konawe, yang menyebut laporan kliennya di Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) dinilai janggal, dan menegaskan bahwa Arifin (terlapor) adalah pemilih sah lahan tersebut.

Dalam kesempatan ini, ia perlu meluruskan narasi yang dibangun oleh Kades Bokori, agar berimbang, objektif, dan tidak menyesatkan.

“Perku kami tegaskan bahwa status hukum atas tanah dimaksud belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) karena masih dalam proses penyidikan di instansi penegak hukum yang berwenang yakni di Polda Sultra. Oleh karenanya, tidak tepat apabila ada pihak, termasuk pejabat desa, menyatakan bahwa legalitas tanah tersebut telah sah secara hukum, sementara proses pembuktian dan penentuan hak masih berlangsung,” kata dia Rabu (29/10/2025).

Menurut dia, kewenangan Kades Terbatas sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Kades tidak memiliki kewenangan untuk menentukan atau mengesahkan status kepemilikan tanah, terlebih apabila menyangkut tanah yang masih disengketakan atau berpotensi menjadi objek perkara pidana.

Pernyataan Kedea Bokori yang notabene memiliki hubungan keluarga dengan terlapor (Saudara kandung dengan salah satu terlapor) sehingga terkesan sangat memihak kepada terlapor dengan menjustifikasi Surat Keterangan Lokasi Perumahan No. 045.2/3/41.3.Des/3/2023, tanggal 5 Mei 2003, An. Aripin dengan menyatakan sah merupakan pernyataan yang yang keliru.

Hal tersebut justru berpotensi menyesatkan publik dan dapat mengganggu independensi proses hukum yang sedang berjalan, jika melihat dan meneliti surat keterangan lokasi perumahan tersebut dibuat dengan tulis tangan baik kop surat pemerintah desa mekar maupun isi surat tersebut dan perlu diketahui Desa Bokori terbentuk sejak tahun 1963 dan Desa Mekar terbentuk tahun 1986 yang mana Desa Mekar merupakan Pemekaran dari Desa Bokori.

Bagaimana mungkin Kades Bokori menyatakan aah terhadap surat keterangan lokasi perumahan atas nama Aripin yang notabene surat tersebut dibuat oleh Pemerintah Desa Mekar dan surat tersebut menyatakan tanah milik aripin terletak di Dusun I, Desa Mekar, Kecamatan Soropia.

BACA JUGA :  Pemprov Sultra Anggap Kehadiran Jurnalis Tidak Elok Dipandang

“Bukan di Desa Bokori, Kecamatan Soropia, hal tersebut memberikan dugaan bahwa surat tersebut diduga palsu, sebab pada tahun 2003 lokasi Surat Keterangan tersebut yang dibuat Kepala Desa Mekar berada dilaut, Kepala Desa yang menerbitkan surat hak milik atas sebidang laut telah melampaui wewenangnya dan melanggar peraturan perundang-undangan,” katanya.

Kemudiam, lanjut dia, surat dari kepala desa yang menyatakan hak milik atas sebidang laut tidak memiliki kekuatan hukum dan illegal. Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, laut tidak dapat dimiliki secara pribadi, baik oleh Individu maupun korporasi.

Bahwa fakta tentang tanah objek sengketa tersebut telah dijual oleh para terlapor kepada orang lain sebesar Rp120 juta dan kemudian terkait mediasi sampai hari ini belum ada inisiatif para Tterlapor maupun Pemerintah Desa Bokori untuk menempuh jalur mediasi.

“Kami pengacara pelapor beberapa kali ada komunikasi dengan keluarga terlapor dan salah satu terlapor untuk menyelesaikan permasalahan sengketa tanah ini, namun mediasi yang ditawarkan kepada Pelapor harus membeli tanah tersebut kira-kira 2 kali lipat dari harga tanah yang dijual kepada orang lain, kami menganggap hal tersebut tidak dapat dilakukan karena jelas batas sebelah selatan tanah pelapor adalah laut, oleh karena itu pelapor tidak menyanggupi permintaan dari Terlapor karena Pelapor disuruh membeli laut yang secara hukum, laut tidak dapat diperjualbelikan,” beber dia.

Atas hal diatas, ia menduga telah terjadi tindakan yang melanggar hukum berupa penguasaan atau penerbitan dokumen atas tanah yang bukan haknya. Oleh sebab itu, pernyataan sepihak seperti yang disampaikan oleh Kedes Bokori tidak memiliki dasar yuridis yang kuat dan sebaiknya dihindari sebelum adanya keputusan hukum yang final.

BACA JUGA :  Komisaris BPD Sultra Rahmat Apiti Tepis Isu Dirut dan Dirsar Rangkap Jabatan

“Kami menghormati Kepala Desa sebagai aparatur pemerintah, namun menyesalkan sikap dan pernyataan yang terkesan berpihak kepada salah satu pihak yang sedang berperkara.Untuk itu, kami meminta agar yang bersangkutan melakukan klarifikasi publik serta tidak mengeluarkan pernyataan yang dapat memengaruhi persepsi masyarakat maupun proses hukum yang sedang berjalan di Polda Sultra,” tutur La Ode Muhamad Hiwayad.

Terkait pelapor membeli tanah tersebut dari pemilik sebelumnya atas nama Fachry Pahlevi Konggoasa yang memiliki bukti kepemilikan tanah yang sah, berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 01091 Tahun 2021, NIB. 21.01.000004288.0, dengan luas 4.391 M2 dan telah dibalik nama atas nama pelapor yang diterbitkan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Konawe.

Bahwa sejak dibeli oleh pelapor tahun 2023 tidak pernah ada keberatan dari pihak terlapor (Ahli Waris Alm. Aripin) terkait tanah objek sengketa, padahal sebelum pelapor membeli tanah tersebut pemilik sebelumnya melakukan aktifitas penimbunan diatas tanah tersebut tanpa adanya keberatan dari pihak manapun.

“Nanti pada tanggal 14 Desember 2024 pada saat pelapor mendirikan pagar keliling di atas tanahnya, secara tiba-tiba Para Terlapor memasang pagar kawat di tanah milik Pelapor tanpa seizin dari Pelapor yang notabene pemilik SHM atas tanah tersebut, akibat hal tersebut pelapor kemudian melaporkan ke polda sultra untuk mencegah adanya kontak fisik atau hal-hal yang tidak diinginkan,” ungka dia.

“Pihak pelapor tetap berkomitmen untuk menempuh jalur hukum sesuai prosedur yang berlaku dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Kami percaya bahwa kebenaran dan keadilan akan terungkap melalui proses hukum yang transparan dan objektif,” tukasnya.

 

Editor: Anugerah

 

 

 

Komentar