KENDARI, KABARTERKINISULTRA.COM -Koperasi Perikanan dan Perempangan (KOPPERSON) menyampaikan sikap resmi atas penetapan non-executable oleh Pengadilan Negeri (PN) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) terhadap amar putusan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Penetapan tersebut didasarkan pada pertimbangan surat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) tertanggal 27 Oktober 2025, yang menyatakan bahwa lokasi milik KOPPERSON tidak jelas keberadaan atau kedudukannya.
Padahal, pernyataan itu bertentangan secara faktual dan administratif dengan keterangan salah satu pejabat Kanwil ATR/BPN bagian pendaftaran tanah, yang justru menyatakan bahwa lokasi tersebut sudah pernah didudukkan dan peta bidang KOPPERSON telah jelas serta mudah untuk didudukkan kembali.
Dengan demikian, pernyataan BPN dalam surat 27 Oktober 2025 adalah keliru dan kontradiktif dengan data serta fakta lapangan.
Kopperson menegaskan bahwa syarat utama penetapan non-executable adalah ketidakjelasan objek eksekusi, sebagaimana diatur dalam pedoman Mahkamah Agung dan hukum acara perdata.
Namun dalam kasus ini, objek lahan telah jelas secara yuridis maupun administratif, karena, telah didudukkan oleh pejabat Kanwil ATR/BPN sendiri pada saat pemetaan beberapa tahun lalu.
Memiliki amar putusan pengadilan yang sudah inkrah, tidak terdapat sengketa tumpang tindih yang aktif di pengadilan lain.
Oleh karena itu, alasan Pengadilan Negeri Kendari yang mendasarkan diri pada ketidakjelasan objek adalah cacat hukum dan tidak memenuhi syarat sah penetapan non-executable.
“Kami menilai bahwa pengadilan justru memikul “utang keadilan” kepada Kopperson, sebab sejak tahun 1996 permohonan eksekusi telah diajukan namun gagal dilaksanakan. Negara memiliki utang hukum dan moral yang wajib dituntaskan demi kepastian dan supremasi hukum,” kata Kuasa Khusus Kopperson, Fianus Arung.
Dia mengatakan putusan ini tidak permanen, sesuai dengan ketentuan hukum, keputusan non-executable dapat diajukam gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Diajukan permohonan peninjauan atau keberatan ke Mahkamah Agung berdasarkan asas judicial review internal terhadap pelaksanaan peradilan;
Bahkan digugat secara perdata atas dasar perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) apabila menimbulkan kerugian hukum atau materiil bagi pihak yang memiliki hak sah.
“Kopperson bersama jaringan kuasa hukum dan relawan keadilan akan menempuh seluruh upaya hukum tersebut,” jelas dia.
Tak hanya itu, Kopperson mengecam keras praktik populist justice, yaitu bentuk penegakan hukum yang berpihak kepada tekanan massa atau opini publik.
Kami mengingatkan Pengadilan Negeri Kendari agar tidak mengambil sikap berdasarkan kekuatan kelompok tertentu, melainkan berdasarkan hukum, fakta, dan alat bukti.
Selama ini, Kopperson telah menunjukkan kesabaran dan komitmen terhadap hukum, ketika pihak lain mengangkat senjata tajam, pihaknya tetap memilih diam.
“Ketika kami dicaci dan diserang secara pribadi, kami tetap diam, ketika kami diminta menunggu kebijakan, kami menunggu. Namun kesabaran tidak boleh ditafsirkan sebagai kelemahan. Ketika hukum dikaburkan, dan ketika keadilan diperlakukan secara pilih kasih, maka KOPPERSON akan menempuh semua jalur hukum yang sah untuk memastikan keadilan ditegakkan sebagaimana mestinya,” jelas dia.
“Kami menolak segala bentuk kekerasan dan tetap berjuang di jalur hukum. Tetapi kami juga menegaskan, keadilan tidak boleh dikangkangi oleh kepentingan atau tekanan kelompok tertentu,” sambungnya.
Olehnya itu, Kopperson meminta agar PN Kendari segera meninjau ulang penetapan non-executable, karena syarat hukumnya tidak terpenuhi.
BPN Pusat dan Kanwil ATR/BPN Sultra diminta memberikan klarifikasi resmi atas perbedaan pernyataan pejabatnya.
Meminta Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial mengawasi pelaksanaan asas imparsialitas peradilan di daerah;
“Kami juga minta Kepolisian dan pemerintah daerah menjamin keamanan dan ketertiban publik di sekitar lokasi Tapak Kuda, serta melindungi warga dan relawan hukum Kopperson,” tukasnya.
Editor: Anugerah







Komentar