Demo Desak Tetapkan Tersangka Lili Salim di Kejati Sultra Ricuh

Kendari74 Dilihat

KENDARI, KABARTERKINISULTRA.COM – Aksi unjuk rasa mendesak Kejati Sulawesi Tenggara (Sultra) menetapkan komisaris PT LAM insial TL (Tan Lie Pil) alias Lili Salim jadi tersangka berlangsung ricuh, pada Senin (24/11/2025) siang.

Pasalnya Lili Salim yang namanya mencuat dari beberapa fakta persidangan terlibat dalam kasua korupsi pertambangan Blok Mandiodo, tidak kunjung dipanggil oleh Kejati.

Padahal, kerugian negara akibat kasus korupsi tambang di Mandiodo Konawe Utara mencapai Rp 5,7 triliun. Namun, Kejati dianggap tidak serius dan menutupi dugaan keterlibatan pelaku lainnya seperti sosok TL.

“Berdasarkan kesaksian saksi di sidang bahwa pembukaan rekening atas perintah TL untuk menampung uang hasil penjualan nikel secara ilegal, menurut kami Tindakan Pencucian Uang nya masuk, tindakan pertambangan ilegal masuk,” ujar Muhamad Ikbal, koordinator massa aksi.

Pihak Kejati Sultra melalui Kasi Intel Ruslan mengatakan, pihak Kejati sudah memeriksa sejumlah saksi. Kata Ruslan, saat ini tim sementara bekerja.

“TL (Lili Salim) sudah diperiksa, tergantung tim saja,” ujar Ruslan.

Skandal Kasus Korupsi Tambang PT LAM di Mandiodo

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra), sampai saat ini belum menetapkan adanya tersangka baru dalam kasus korupsi pertambangan Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut).

Dalam kasus ini diketahui kerugian negara akibat korupsi pertambangan tersebut nilainya mencapai Rp 5,7 triliun.

Salah satu nama yang sempat disebut-sebut dalam perkara tersebut yaitu Komisaris PT Lawu Agung Mining Tan Lie Pin alias Lili Salim.

Terdakwa Pemilik PT Lawu Agung Mining, yaitu Windu Aji Sutanto, dituntut enam tahun penjara terkait dugaan pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsi penjualan bijih nikel (ore nikel) yang berasal dari wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Antam Tbk (Persero), Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Namun, setelah lamanya kasus ini bergulir di Kejati Sultra, nama Lili Salim masih adem-adem saja. Padahal sederet pemegang jabatan penting di PT Lawu Agung Mining, tidak sedikit yang menjadi tersangka.

BACA JUGA :  Peringatan World Prematury Day, Dinkes Sultra Gelar Sosialisasi Perawatan Bayi Prematur 

“Setelah kami konfirmasi di tim penyidik Pidsus, Komisaris PT Lawu ini masih dalam tahap pemeriksaan dengan status sebagai saksi,” kata Kasi Penkum Kejati Sultra, Muhammad Ilham saat dikonfirmasi awak media, di ruang kerjanya, pada Senin (22/9/2025) siang.

Saat ditanya terkait perihal pemeriksaan tersebut, Ilham menyebut untuk kepentingan pemberkasan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Iya ini terkait perkara TPPUnya,” tambahnya.

Sebelumnya diketahui, pada persidangan Perkara dengan nomor 031-Pid-sus-TPK/2025/PN Jkt-Pst ini, Terdakwa Pemilik PT Lawu Agung Mining, yaitu Windu Aji Sutanto, dituntut enam tahun penjara terkait dugaan pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsi penjualan bijih nikel (ore nikel) yang berasal dari wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Antam Tbk (Persero), Blok Mandiodo, Konawe Utara.

Lili Salim ketika itu sudah tiga kali absen dari panggilan persidangan, termasuk pada sidang yang digelar senin (11/6/2025) lalu.

Praktisi Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Perjuangan Nasional Indonesia (LBH PERJUANGAN), Hardius Karo Karo, mengatakan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini telah memerintahkan agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadirkan Tan Lie Pin alias Lili Salim secara paksa pada sidang 28 April 2025.

Namun, perintah itu belum dijalankan secara efektif.

“Tidak mungkin Jaksa dan atau penyidik tidak mengetahui dimana keberadaan Tan Lie Pin alias Lili Salim itu. Mereka pasti tahu itu. Namun mengapa tak dieksekusi tindakan pemanggilan paksa? Ya karena itu tadi, ada permainan di antara mereka,” kata Hardius.

Fakta Dan Kronologi Kasus WIUP PT ANTAM Blok Mandiodo

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Rabu (11/6/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) R Alif Ardi Darmawan membeberkan fakta mengejutkan terkait aliran dana sebesar Rp 135,8 miliar yang diduga berasal dari hasil penjualan nikel ilegal.

BACA JUGA :  HGU Koperson Belum Dicabut BPN, Fianus Arung: Non-Exekutable Tidak Membatalkan Penetapan Sita Eksekusi 

Dana tersebut disamarkan melalui rekening dua orang office boy dari PT Lawu Agung Mining (LAM).

“Dana itu dialirkan melalui rekening dua office boy yang atas perintah langsung dari Komisaris perusahaan, Tan Lie Pin. Ini jelas merupakan upaya untuk menyamarkan transaksi ilegal,” ungkap JPU Alif Ardi Darmawan di ruang sidang tersebut.

Windu Aji didakwa melakukan TPPU dari hasil korupsi penjualan bijih nikel yang berasal dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Antam Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Windu Aji menggunakan uang korupsi untuk membeli satu unit mobil Toyota Land Cruiser, satu unit Mercedes Benz Maybach, dan satu unit mobil Toyota Alphard, serta menerima uang Rp1,7 miliar.

Sementara Glenn Ario, yang hanya selaku pelaksana lapangan PT Lawu Agung Mining, didakwa justru lebih aktif berperan dalam penambangan bijih nikel hingga melakukan pengangkutan dan penjualan.

Hasil penambangan bijih nikel yang dilakukan PT Lawu Agung Mining pada lahan Antam seharusnya diserahkan kepada Antam, serta tidak dapat dilakukan pengangkutan dan penjualan ke pihak lain.

Akan tetapi, Glenn diduga membeli dokumen PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) dan dokumen PT Tristaco Mineral Makmur (TTM) dengan harga antara 3 dolar amerika hingga 5 dolar amerika per metrik ton sehingga seolah-olah bijih nikel tersebut berasal dari WIUP PT KKP dan PT TMM dan dapat dijual ke pihak lain.

Adapun Windu Aji dan Glenn Ario telah divonis dalam kasus korupsi penjualan bijih nikel tersebut. Berdasarkan putusan tingkat kasasi, Windu Aji divonis 10 tahun penjara dan Glenn Ario divonis tujuh tahun penjara, serta denda masing-masing sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

 

Editor: Anugerah

Komentar